- Tujuan (T)
- Identifikasi (I)
- Rencana Aksi (R)
- Tindak Lanjut (TL)
- Akuntabilitas (A)
- Tujuan (T): Coach membantu coachee untuk merumuskan tujuan yang spesifik, misalnya "Saya ingin meningkatkan skor evaluasi presentasi saya menjadi 90 dalam 3 bulan ke depan".
- Identifikasi (I): Coach membantu coachee untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka dalam presentasi, serta mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi skor evaluasi mereka.
- Rencana Aksi (R): Coach membantu coachee untuk menyusun rencana aksi, misalnya mengikuti pelatihan presentasi, berlatih di depan cermin, meminta umpan balik dari kolega, dan merekam diri sendiri saat presentasi.
- Tindak Lanjut (TL): Coach secara berkala menanyakan perkembangan coachee, memberikan umpan balik, dan membantu coachee untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan.
- Akuntabilitas (A): Coach membantu coachee untuk membangun sistem akuntabilitas, misalnya membuat perjanjian dengan seorang mentor untuk memberikan umpan balik mingguan, atau menetapkan target latihan harian.
Hey guys! Pernah denger istilah TIRTA dalam dunia coaching? Mungkin sebagian dari kalian masih asing, tapi jangan khawatir! Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas apa sih kepanjangan TIRTA itu, kenapa penting dalam coaching, dan gimana cara penerapannya. Jadi, buat kamu yang pengen jadi coach handal atau sekadar pengen tahu lebih banyak tentang coaching, yuk simak baik-baik!
Apa Itu TIRTA dalam Coaching?
Dalam dunia coaching, TIRTA adalah sebuah model atau kerangka kerja yang digunakan untuk memandu sesi coaching agar lebih terstruktur dan efektif. Model ini merupakan akronim yang terdiri dari lima tahapan penting, yaitu Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, Tindak Lanjut, dan Akuntabilitas. Setiap tahapan memiliki peran krusial dalam membantu coachee (orang yang di-* coach*) mencapai tujuan mereka. Dengan menggunakan model TIRTA, seorang coach dapat memastikan bahwa sesi coaching berjalan sistematis dan terfokus, sehingga coachee dapat menggali potensi diri, mengatasi hambatan, dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk mencapai goals mereka.
Mengapa TIRTA Penting dalam Coaching?
Model TIRTA ini penting banget dalam coaching karena memberikan struktur yang jelas dan terarah dalam setiap sesi. Bayangin aja, kalau coaching itu kayak perjalanan, TIRTA ini adalah peta yang memandu kita sampai tujuan. Tanpa peta, kita bisa nyasar dan buang-buang waktu, kan? Nah, dengan TIRTA, coach dan coachee punya panduan yang jelas tentang apa yang harus dibahas dan dilakukan di setiap tahapan. Selain itu, TIRTA juga membantu menciptakan sesi coaching yang lebih efektif dan efisien, karena fokusnya jelas, yaitu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di awal. Dengan adanya struktur yang baik, coachee juga merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam menjalani proses coaching, karena mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana mereka akan dinilai.
Lima Tahapan Kunci dalam Model TIRTA
Model TIRTA ini terdiri dari lima tahapan yang saling berkaitan dan membentuk siklus coaching yang komprehensif. Yuk, kita bahas satu per satu!
Tahap pertama ini adalah fondasi dari seluruh proses coaching. Di sini, coach membantu coachee untuk merumuskan tujuan yang jelas, spesifik, terukur, relevan, dan terikat waktu (SMART goals). Tujuan ini haruslah sesuatu yang benar-benar ingin dicapai oleh coachee, bukan sekadar keinginan orang lain atau ekspektasi yang tidak realistis. Dalam tahap ini, coach akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang dan menggugah pemikiran coachee, sehingga mereka dapat mengidentifikasi apa yang sebenarnya penting bagi mereka. Tujuan yang jelas akan menjadi kompas yang memandu coachee sepanjang perjalanan coaching.
Dalam tahap Tujuan (T) ini, peran coach sangatlah krusial. Coach harus mampu menciptakan ruang yang aman dan suportif bagi coachee untuk bereksplorasi dan menggali aspirasi mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan coach haruslah terbuka dan memancing refleksi mendalam dari coachee. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa yang benar-benar ingin kamu capai dalam hidupmu?", "Apa yang membuatmu bersemangat dan termotivasi?", atau "Bagaimana kamu mengukur keberhasilanmu?". Selain itu, coach juga perlu membantu coachee untuk merumuskan tujuan yang SMART (Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan Terikat Waktu). Tujuan yang SMART akan memberikan arah yang jelas dan memudahkan coachee dalam menyusun rencana aksi yang efektif. Misalnya, alih-alih menetapkan tujuan yang terlalu umum seperti "Saya ingin sukses", coach bisa membantu coachee merumuskan tujuan yang lebih spesifik seperti "Saya ingin meningkatkan penjualan sebesar 20% dalam 6 bulan ke depan".
Penting juga bagi coach untuk memastikan bahwa tujuan yang ditetapkan coachee selaras dengan nilai-nilai dan keyakinan mereka. Tujuan yang tidak selaras dengan nilai-nilai coachee cenderung sulit untuk dicapai, karena kurangnya motivasi dan komitmen dari dalam diri. Coach bisa membantu coachee untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apa yang paling penting bagimu dalam hidup?", "Apa prinsip-prinsip yang kamu pegang teguh?", atau "Apa yang membuatmu merasa hidup dan bermakna?". Dengan memahami nilai-nilai coachee, coach dapat membantu mereka merumuskan tujuan yang lebih autentik dan bermakna. Tahap Tujuan (T) ini adalah fondasi yang sangat penting dalam proses coaching. Tanpa tujuan yang jelas dan terdefinisi dengan baik, coachee akan kesulitan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Setelah tujuan ditetapkan, tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi kondisi saat ini coachee. Di sini, coach membantu coachee untuk mengevaluasi situasi mereka saat ini, termasuk kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang mereka hadapi. Coach akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu coachee untuk melihat gambaran yang lebih jelas tentang diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar mereka. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa yang sudah kamu lakukan untuk mencapai tujuanmu?", "Apa yang menghambatmu?", atau "Sumber daya apa yang kamu miliki?". Dengan memahami kondisi saat ini, coachee dapat melihat kesenjangan antara di mana mereka berada sekarang dan di mana mereka ingin berada, sehingga mereka dapat merumuskan strategi yang tepat untuk menjembatani kesenjangan tersebut.
Dalam tahap Identifikasi (I) ini, coach berperan sebagai cermin yang jujur bagi coachee. Coach membantu coachee untuk melihat diri mereka sendiri secara objektif, tanpa menghakimi atau menyalahkan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan coach haruslah bersifat netral dan berfokus pada fakta dan data yang ada. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa bukti bahwa kamu memiliki kekuatan ini?", "Apa contoh konkret dari kelemahanmu?", atau "Bagaimana kamu tahu bahwa ini adalah peluang yang baik?". Selain itu, coach juga perlu membantu coachee untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin mereka hadapi dalam mencapai tujuan mereka. Hambatan ini bisa berupa faktor internal, seperti kurangnya kepercayaan diri atau keterampilan, atau faktor eksternal, seperti kurangnya dukungan atau sumber daya. Dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan ini, coachee dapat merumuskan strategi untuk mengatasinya. Salah satu alat yang sering digunakan dalam tahap Identifikasi (I) adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT membantu coachee untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mereka hadapi, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik dan strategis. Coach juga bisa menggunakan teknik lain, seperti wheel of life atau skala prioritas, untuk membantu coachee mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan. Tahap Identifikasi (I) ini sangat penting untuk memberikan coachee pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri dan situasi mereka, sehingga mereka dapat merumuskan rencana aksi yang realistis dan efektif.
Setelah mengidentifikasi tujuan dan kondisi saat ini, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana aksi. Di sini, coach membantu coachee untuk merumuskan langkah-langkah konkret yang perlu diambil untuk mencapai tujuan mereka. Rencana aksi ini haruslah spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat waktu (SMART), sama seperti tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Coach akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu coachee untuk berpikir kreatif dan menghasilkan berbagai opsi solusi. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa langkah pertama yang bisa kamu ambil?", "Apa sumber daya yang kamu butuhkan?", atau "Siapa yang bisa membantumu?". Rencana aksi yang baik akan memberikan coachee panduan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan kapan harus dilakukan.
Dalam tahap Rencana Aksi (R) ini, coach berperan sebagai fasilitator yang membantu coachee untuk merumuskan rencana yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Coach tidak memberikan jawaban atau solusi secara langsung, tetapi membantu coachee untuk menemukan jawaban mereka sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan coach haruslah memancing coachee untuk berpikir kritis dan kreatif. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa opsi lain yang bisa kamu pertimbangkan?", "Apa risiko dan manfaat dari setiap opsi?", atau "Bagaimana kamu akan mengukur keberhasilan setiap langkah?". Selain itu, coach juga perlu membantu coachee untuk memprioritaskan langkah-langkah yang paling penting dan mendesak. Rencana aksi yang terlalu ambisius atau tidak realistis cenderung sulit untuk dilaksanakan. Coach bisa menggunakan teknik seperti matriks Eisenhower atau prinsip Pareto untuk membantu coachee memprioritaskan tugas-tugas mereka. Penting juga bagi coach untuk memastikan bahwa rencana aksi yang disusun coachee selaras dengan nilai-nilai dan tujuan jangka panjang mereka. Rencana aksi yang tidak selaras dengan nilai-nilai coachee cenderung kurang memotivasi dan sulit untuk dipertahankan. Coach bisa membantu coachee untuk mengeksplorasi nilai-nilai mereka dan memastikan bahwa rencana aksi yang mereka susun mencerminkan nilai-nilai tersebut. Tahap Rencana Aksi (R) ini adalah jembatan antara tujuan yang ingin dicapai dan tindakan yang perlu diambil. Rencana aksi yang baik akan memberikan coachee peta jalan yang jelas dan terarah untuk mencapai tujuan mereka.
Setelah rencana aksi disusun, tahap selanjutnya adalah melaksanakan rencana tersebut. Di sini, coach berperan sebagai pendukung dan motivator bagi coachee. Coach akan membantu coachee untuk tetap fokus dan berkomitmen pada rencana aksi mereka, serta mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul di sepanjang jalan. Coach akan secara berkala menanyakan perkembangan coachee, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan membantu coachee untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan. Misalnya, coach bisa bertanya, "Apa yang sudah kamu lakukan minggu ini?", "Apa tantangan yang kamu hadapi?", atau "Apa yang bisa kamu lakukan secara berbeda di masa depan?". Tindak lanjut yang konsisten akan membantu coachee untuk tetap berada di jalur yang benar dan mencapai tujuan mereka.
Dalam tahap Tindak Lanjut (TL) ini, coach tidak hanya berperan sebagai pendukung, tetapi juga sebagai akuntan bagi coachee. Coach membantu coachee untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan memastikan bahwa mereka mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka. Coach akan secara teratur meninjau kemajuan coachee dan memberikan umpan balik yang jujur dan spesifik. Umpan balik ini haruslah berfokus pada perilaku dan tindakan coachee, bukan pada karakter atau kepribadian mereka. Misalnya, alih-alih mengatakan "Kamu malas", coach bisa mengatakan "Saya perhatikan bahwa kamu belum menyelesaikan tugas ini. Apa yang menghambatmu?". Selain memberikan umpan balik, coach juga perlu membantu coachee untuk belajar dari pengalaman mereka. Setiap keberhasilan dan kegagalan adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Coach bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apa yang kamu pelajari dari pengalaman ini?", "Apa yang akan kamu lakukan secara berbeda di masa depan?", atau "Bagaimana kamu bisa menggunakan pengalaman ini untuk mencapai tujuanmu?". Penting juga bagi coach untuk merayakan keberhasilan coachee, sekecil apapun itu. Merayakan keberhasilan akan meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri coachee. Coach bisa memberikan pujian, penghargaan, atau hadiah kepada coachee. Tahap Tindak Lanjut (TL) ini sangat penting untuk memastikan bahwa coachee tidak hanya merencanakan, tetapi juga bertindak dan mencapai hasil yang diinginkan.
Tahap terakhir dalam model TIRTA adalah akuntabilitas. Di sini, coach membantu coachee untuk membangun sistem akuntabilitas yang akan memastikan bahwa mereka tetap berkomitmen pada tujuan mereka, bahkan setelah sesi coaching berakhir. Coach akan membantu coachee untuk mengidentifikasi orang-orang atau sumber daya yang dapat mendukung mereka dalam mencapai tujuan mereka, serta menetapkan mekanisme untuk mengukur kemajuan dan merayakan keberhasilan. Misalnya, coach bisa membantu coachee untuk membuat perjanjian dengan seorang teman atau kolega untuk saling mengingatkan dan mendukung, atau menetapkan target mingguan dan bulanan yang harus dicapai. Akuntabilitas yang kuat akan membantu coachee untuk mempertahankan momentum dan mencapai hasil yang berkelanjutan.
Dalam tahap Akuntabilitas (A) ini, coach membantu coachee untuk menjadi self-accountable, yaitu bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dan tindakan mereka. Coach tidak lagi menjadi satu-satunya sumber akuntabilitas, tetapi membantu coachee untuk membangun sistem akuntabilitas internal yang kuat. Coach bisa membantu coachee untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan positif, seperti membuat jurnal, menetapkan rutinitas, atau mencari dukungan dari komunitas. Selain itu, coach juga perlu membantu coachee untuk mengatasi rasa takut akan kegagalan. Kegagalan adalah bagian alami dari proses belajar dan mencapai tujuan. Coach bisa membantu coachee untuk melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai akhir dari segalanya. Coach bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apa yang bisa kamu pelajari dari kegagalan ini?", "Bagaimana kamu bisa bangkit kembali setelah kegagalan?", atau "Apa yang bisa kamu lakukan secara berbeda di masa depan?". Penting juga bagi coach untuk membantu coachee merayakan keberhasilan mereka, tidak hanya keberhasilan besar, tetapi juga keberhasilan kecil. Merayakan keberhasilan akan meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri coachee, serta memperkuat sistem akuntabilitas internal mereka. Tahap Akuntabilitas (A) ini adalah kunci untuk mencapai hasil yang berkelanjutan dalam coaching. Dengan membangun sistem akuntabilitas yang kuat, coachee dapat terus berkembang dan mencapai potensi penuh mereka, bahkan setelah sesi coaching berakhir.
Contoh Penerapan Model TIRTA dalam Sesi Coaching
Biar lebih jelas, yuk kita lihat contoh penerapan model TIRTA dalam sebuah sesi coaching. Misalnya, seorang coachee ingin meningkatkan kemampuan presentasinya. Berikut adalah contoh bagaimana coach bisa memandu sesi coaching menggunakan model TIRTA:
Kesimpulan
Model TIRTA adalah kerangka kerja yang sangat berguna dalam coaching karena memberikan struktur yang jelas dan terarah dalam setiap sesi. Dengan memahami dan menerapkan kelima tahapan TIRTA, seorang coach dapat membantu coachee untuk mencapai tujuan mereka secara efektif dan efisien. Jadi, buat kamu yang pengen jadi coach handal, jangan lupa untuk kuasai model TIRTA ini ya!
Semoga artikel ini bermanfaat buat kalian semua! Kalau ada pertanyaan atau pengalaman menarik tentang TIRTA dalam coaching, jangan ragu untuk berbagi di kolom komentar ya! Sampai jumpa di artikel selanjutnya! 😉
Lastest News
-
-
Related News
OSCAPASC Di TikTok: Apa Itu Dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Alex Braham - Nov 17, 2025 56 Views -
Related News
DCC Vs DRX: Last Match Scorecard Highlights
Alex Braham - Nov 14, 2025 43 Views -
Related News
Timberwolves Vs. Lakers: 2023-24 Season Showdown
Alex Braham - Nov 9, 2025 48 Views -
Related News
Pitbull Saldırıları: Nedenleri, Önlenmesi Ve Bilmeniz Gerekenler
Alex Braham - Nov 9, 2025 64 Views -
Related News
EnBW Kundenservice: So Erreichst Du Den Support!
Alex Braham - Nov 13, 2025 48 Views