- Nilai Tercatat (Carrying Amount): Ini adalah nilai aset yang dicatat di neraca setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian impairment (jika ada). Misalnya, perusahaan punya mesin yang dibeli seharga Rp500 juta, akumulasi penyusutannya sudah Rp200 juta, dan sebelumnya sudah pernah ada kerugian impairment sebesar Rp50 juta. Maka, nilai tercatat mesin tersebut adalah Rp500 juta - Rp200 juta - Rp50 juta = Rp250 juta.
- Jumlah Terpulihkan (Recoverable Amount): Ini adalah perkiraan nilai yang bisa diperoleh perusahaan dari penggunaan atau penjualan aset tersebut. Ada dua cara untuk menghitungnya:
- Nilai Wajar Dikurangi Biaya untuk Menjual (Fair Value Less Costs to Sell): Ini adalah harga jual aset di pasar dikurangi biaya-biaya yang terkait dengan penjualan, seperti biaya pemasaran, biaya transportasi, dan lain-lain. Misalnya, mesin tadi bisa dijual seharga Rp300 juta, tapi ada biaya penjualan sebesar Rp20 juta. Maka, nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual adalah Rp300 juta - Rp20 juta = Rp280 juta.
- Nilai Pakai (Value in Use): Ini adalah nilai sekarang (present value) dari estimasi arus kas masa depan yang diharapkan akan diterima perusahaan dari penggunaan aset tersebut. Misalnya, dengan menggunakan mesin tadi, perusahaan memperkirakan akan mendapatkan arus kas sebesar Rp50 juta per tahun selama 5 tahun ke depan. Dengan tingkat diskonto tertentu, nilai sekarang dari arus kas tersebut bisa dihitung.
- Penurunan Nilai Pasar: Kalau harga pasar suatu aset turun drastis, bisa jadi itu indikasi impairment. Misalnya, harga properti di suatu daerah tiba-tiba anjlok karena ada bencana alam atau perubahan kebijakan pemerintah.
- Perubahan Signifikan dalam Lingkungan Teknologi, Pasar, Ekonomi, atau Hukum: Perkembangan teknologi yang pesat bisa membuat aset yang dimiliki perusahaan jadi ketinggalan zaman dan kurang efisien. Perubahan kondisi pasar, seperti munculnya pesaing baru atau penurunan permintaan, juga bisa mempengaruhi nilai aset. Selain itu, perubahan kondisi ekonomi, seperti resesi atau inflasi, serta perubahan peraturan perundang-undangan juga bisa menjadi penyebab impairment.
- Kenaikan Tingkat Suku Bunga: Kenaikan tingkat suku bunga bisa mempengaruhi nilai pakai suatu aset. Soalnya, tingkat suku bunga digunakan sebagai tingkat diskonto untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masa depan. Kalau tingkat suku bunga naik, nilai sekarangnya akan turun, dan ini bisa menyebabkan impairment.
- Bukti Ketinggalan Zaman atau Kerusakan Fisik: Aset yang sudah tua atau rusak tentu nilainya akan turun. Misalnya, mesin yang sudah berkarat atau gedung yang retak-retak.
- Perubahan dalam Cara Aset Digunakan atau Diharapkan akan Digunakan: Kalau perusahaan berencana untuk menghentikan atau merestrukturisasi operasi yang menggunakan aset tersebut, atau mempercepat masa manfaat aset, ini juga bisa menjadi indikasi impairment.
- Kinerja Ekonomi Aset Lebih Buruk dari yang Diharapkan: Kalau aset ternyata tidak menghasilkan keuntungan atau arus kas seperti yang diharapkan, ini juga bisa menjadi tanda-tanda impairment.
- Penurunan Laba: Kerugian impairment diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi, sehingga akan menurunkan laba bersih perusahaan. Ini bisa mempengaruhi rasio-rasio keuangan yang terkait dengan profitabilitas, seperti Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE).
- Penurunan Aset: Kerugian impairment juga akan menurunkan nilai aset di neraca. Ini bisa mempengaruhi rasio-rasio keuangan yang terkait dengan solvabilitas, seperti Debt to Asset Ratio.
- Pengaruh pada Opini Audit: Auditor biasanya akan memberikan perhatian khusus pada pengakuan impairment. Kalau auditor menemukan bahwa perusahaan tidak mengakui impairment padahal seharusnya ada, auditor bisa memberikan opini yang tidak wajar (adverse opinion) atau opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion).
- Dampak pada Harga Saham: Pengakuan impairment bisa memberikan sinyal negatif kepada investor. Investor mungkin akan khawatir bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan atau manajemen yang kurang baik. Akibatnya, harga saham perusahaan bisa turun.
- Reversal of impairment hanya boleh dilakukan jika ada perubahan estimasi yang digunakan untuk menentukan jumlah terpulihkan aset.
- Nilai tercatat aset setelah reversal tidak boleh melebihi nilai tercatat yang seharusnya ditentukan (setelah dikurangi penyusutan) jika tidak ada kerugian impairment yang pernah diakui.
- Reversal of impairment diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi.
Impairment dalam akuntansi adalah topik yang sangat penting untuk dipahami, terutama bagi kalian yang berkecimpung di dunia keuangan dan akuntansi. Secara sederhana, impairment atau penurunan nilai terjadi ketika nilai tercatat suatu aset di laporan keuangan lebih tinggi dari nilai recoverable-nya. Nah, biar lebih jelas, yuk kita bahas tuntas apa itu impairment dalam akuntansi, penyebabnya, cara mengukurnya, dan dampaknya bagi perusahaan!
Apa Itu Impairment?
Guys, pernah gak sih kalian beli barang, terus lama-kelamaan nilainya jadi turun? Misalnya, beli handphone baru, eh setahun kemudian udah ada model yang lebih canggih dan harga handphone kalian jadiSecondhand alias turun. Nah, konsep impairment dalam akuntansi mirip kayak gitu. Aset yang dimiliki perusahaan, seperti gedung, mesin, atau bahkan piutang, bisa mengalami penurunan nilai karena berbagai faktor. Penurunan nilai ini harus diakui dan dicatat dalam laporan keuangan agar informasi yang disajikan lebih akurat dan reliable.
Secara teknis, impairment adalah kondisi ketika nilai tercatat (carrying amount) suatu aset melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount)-nya. Nilai tercatat itu ya nilai aset yang ada di neraca perusahaan. Sementara itu, jumlah terpulihkan adalah nilai tertinggi antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (fair value less costs to sell) dan nilai pakai (value in use). Bingung? Oke, kita bedah satu-satu ya.
Nah, jumlah terpulihkan adalah nilai tertinggi antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dan nilai pakai. Jadi, kalau nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual lebih tinggi dari nilai pakai, maka jumlah terpulihkannya adalah nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, dan sebaliknya.
Kapan Impairment Terjadi?
Impairment itu gak terjadi begitu aja, guys. Ada beberapa indikasi atau kejadian yang bisa menyebabkan penurunan nilai aset. Berikut ini beberapa contohnya:
Cara Mengukur Impairment
Setelah mengetahui indikasi impairment, langkah selanjutnya adalah mengukur berapa besar kerugian impairment yang terjadi. Caranya cukup sederhana, yaitu dengan membandingkan nilai tercatat aset dengan jumlah terpulihkannya. Kalau nilai tercatat lebih besar dari jumlah terpulihkan, maka selisihnya adalah kerugian impairment.
Rumus:
Kerugian Impairment = Nilai Tercatat - Jumlah Terpulihkan
Misalnya, nilai tercatat mesin adalah Rp250 juta, sedangkan jumlah terpulihkannya adalah Rp280 juta. Dalam kasus ini, tidak ada kerugian impairment karena jumlah terpulihkan lebih besar dari nilai tercatat. Tapi, kalau jumlah terpulihkannya hanya Rp200 juta, maka kerugian impairment-nya adalah Rp250 juta - Rp200 juta = Rp50 juta.
Kerugian impairment ini harus diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya. Selain itu, nilai aset di neraca juga harus diturunkan sebesar kerugian impairment tersebut. Jadi, nilai mesin yang tadinya Rp250 juta sekarang menjadi Rp200 juta.
Dampak Impairment bagi Perusahaan
Pengakuan impairment bisa berdampak signifikan bagi laporan keuangan dan kinerja perusahaan, di antaranya:
Contoh Kasus Impairment
Biar lebih kebayang, kita lihat contoh kasus impairment ya. Misalnya, PT Maju Jaya adalah perusahaan tekstil yang memiliki pabrik dengan nilai tercatat Rp100 miliar. Karena ada perubahan teknologi, mesin-mesin di pabrik tersebut menjadi kurang efisien dan biaya produksinya meningkat. Akibatnya, laba yang dihasilkan pabrik tersebut menurun drastis.
PT Maju Jaya kemudian melakukan pengujian impairment dan memperkirakan jumlah terpulihkan pabrik tersebut hanya Rp70 miliar. Ini berarti ada kerugian impairment sebesar Rp30 miliar (Rp100 miliar - Rp70 miliar). PT Maju Jaya harus mengakui kerugian impairment ini dalam laporan laba rugi dan menurunkan nilai pabrik di neraca sebesar Rp30 miliar.
Reversal of Impairment
Guys, perlu diingat bahwa impairment itu bisa dibalik (reversal), lho. Artinya, kalau di periode sebelumnya perusahaan sudah mengakui kerugian impairment, tapi di periode berikutnya nilai aset tersebut naik, maka perusahaan bisa mengakui pemulihan kerugian impairment (reversal of impairment). Tapi, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan:
Misalnya, di tahun 2022, PT Maju Jaya mengakui kerugian impairment atas pabriknya sebesar Rp30 miliar. Di tahun 2023, kondisi pasar tekstil membaik dan efisiensi pabrik meningkat. PT Maju Jaya kemudian memperkirakan jumlah terpulihkan pabrik tersebut menjadi Rp90 miliar. Nilai tercatat pabrik setelah dikurangi penyusutan adalah Rp75 miliar.
Dalam kasus ini, PT Maju Jaya bisa mengakui reversal of impairment sebesar Rp15 miliar (Rp90 miliar - Rp75 miliar). Reversal of impairment ini diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi.
Kesimpulan
Nah, sekarang kalian sudah paham kan apa itu impairment dalam akuntansi? Intinya, impairment adalah penurunan nilai aset yang harus diakui dan dicatat dalam laporan keuangan. Pengakuan impairment bisa berdampak signifikan bagi laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan pengujian impairment secara berkala dan memastikan bahwa nilai aset yang disajikan di laporan keuangan sudah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat ya, guys! Kalau ada pertanyaan, jangan ragu untuk bertanya di kolom komentar. Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Lastest News
-
-
Related News
Piauí Commercial AC: A Deep Dive
Alex Braham - Nov 9, 2025 32 Views -
Related News
OSC Personalwirtschaft: A Simple Explanation
Alex Braham - Nov 14, 2025 44 Views -
Related News
75 Shoe Size: EU Women's Conversion Made Easy
Alex Braham - Nov 13, 2025 45 Views -
Related News
France Vs. Japan Volleyball: Score, Highlights & Analysis
Alex Braham - Nov 14, 2025 57 Views -
Related News
Eiffel 65 Blue: The Story Behind The Sample
Alex Braham - Nov 13, 2025 43 Views